Monday, 13 January 2014
Konflik Sosial Yang Terjadi Di Masyarakat Sekitar
A. Pengertian Konflik Sosial
Manusia
sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi dengan sesama manusia. Ketika
berinteraksi dengan sesama manusia, selalu diwarnai dua hal, yaitu konflik dan
kerjasama. Dengan demikian konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia.
Konflik berasal dari kata kerja
Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik
diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik, dalam kamus besar
Bahasa Indonesia (2002) diartikan sebagai percekcokan, perselisihan, dan
pertentangan. Pertentangan dikatakan sebagai konflik manakala pertentangan itu
bersifat langsung, yakni ditandai interaksi timbal balik di antara pihakpihak
yang bertentangan. (http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik).
Konflik sosial adalah pertentangan antara anggota
atau antara kelompok dalam masyarakat yang sifatnya menyeluruh, yang disebabkan
oleb adanya beberapa perbedaan, yaitu perbedaan individu, perbedaan pola
budaya, perbedaan status sosial, perbedaan kepentingan dan terjadinya perubahan
sosial.
B. Sumber Konflik Sosial
Konflik
yang terjadi pada manusia bersumber pada berbagai macam sebab. Begitu beragamnya
sumber konflik yang terjadi antar manusia, sehingga sulit itu untuk
dideskripsikan secara jelas dan terperinci sumber dari konflik. Hal ini
dikarenakan sesuatu yang seharusnya bisa menjadi sumber konflik, tetapi pada
kelompok manusia tertentu ternyata tidak menjadi sumber konflik, demikian
halnya sebaliknya.
Kadang
sesuatu yang sifatnya sepele bisa menjadi sumber konflik antara manusia.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam
suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian,
pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa
sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi
yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak
pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat
lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu
sendiri. Kesimpulannya sumber konflik itu sangat beragam dan kadang sifatnya
tidak rasional. Oleh karena kita tidak bisa menetapkan secara tegas bahwa yang
menjadi sumber konflik adalah sesuatu hal tertentu, apalagi hanya didasarkan
pada hal-hal yang sifatnya rasional. Pada umumnya penyebab munculnya konflik
kepentingan sebagai berikut: (1) perbedaan kebutuhan, nilai, dan tujuan, (2)
langkanya sumber daya seperti kekuatan, pengaruh, ruang, waktu, uang,
popularitas dan posisi, dan (3) persaingan. Ketika kebutuhan, nilai dan tujuan
saling bertentangan, ketika sejumlah sumber daya menjadi terbatas, dan ketika
persaingan untuk suatu penghargaan serta hak-hak istimewa muncul, konflik
kepentingan akan muncul.
- Perbedaan individu, yang
meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap
manusia
adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan
perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan
perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor
penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak
selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di
lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada
yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
- Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk
pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang
sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya.
Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan
perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
- Perbedaan kepentingan antara
individu atau kelompok.
Manusia
memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan
yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang
atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat
melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh,
misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat
menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan
mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani
menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk
membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu,
pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan
membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari
lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan
kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan
mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan
ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial,
dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan
individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi
karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah
yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk
dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
- Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam
masyarakat.
Perubahan
adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu
berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu
terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami
proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab
nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian
secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri.
Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai
kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan
kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi
formal perusahaan.
Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang
pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu
yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri.
Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat
kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya
penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan
kehiodupan masyarakat yang telah ada.
C.
Jenis-jenis konflik
·
Konflik antara atau dalam peran sosial
(intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi
(konflik peran (role))
·
Konflik antara
kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
·
Konflik kelompok
terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
·
Konflik antar satuan
nasional (kampanye, perang saudara)
·
Konflik antar atau tidak
antar agama
·
Konflik antar politik.
D.
Akibat konflik
Hasil
dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
·
Meningkatkan solidaritas
sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok
lain.
·
Keretakan hubungan antar
kelompok yang bertikai.
·
Perubahan kepribadian pada
individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
·
Kerusakan harta benda dan
hilangnya jiwa manusia.
·
Dominasi bahkan penaklukan
salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
E.
Contoh Konflik
·
Konflik
Timur Tengah merupakan contoh konflik
yang tidak terkontrol, sehingga timbul kekerasan.
hal ini dapat dilihat dalam konflik Israel dan Palestina.
·
Banyak konflik yang terjadi
karena perbedaan ras dan etnis.
Ini termasuk konflik Bosnia-Kroasia (lihat Kosovo), konflik di Rwanda,
dan konflik di Kazakhstan.
F. Penyelesaian Konflik
Secara sosiologis,
proses sosial dapat
berbentuk proses sosial
yang bersifat menggabungkan (associative processes)
dan proses sosial
yang menceraikan (dissociative
processes). Proses sosial
yang bersifat asosiatif
diarahkan pada terwujudnya
nilai-nilai seperti keadilan
sosial, cinta kasih,
kerukunan, solidaritas. Sebaliknya proses sosial yang bersifat
dissosiatif mengarah pada
terciptanya nilai-nilai negatif
atau asosial, seperti kebencian, permusuhan, egoisme, kesombongan,
pertentangan, perpecahan dan sebagainya.
Jadi proses sosial asosiatif dapat dikatakan proses positif. Proses sosial yang dissosiatif disebut proses negatif.
Sehubungan dengan hal ini, maka proses sosial yang asosiatif dapat digunakan sebagai usaha menyelesaikan
konflik.
Adapun bentuk
penyelesaian konflik yang
lazim dipakai, yakni
konsiliasi, mediasi, arbitrasi,
koersi (paksaan), detente. Urutan
ini berdasarkan kebiasaan orang mencari penyelesaian suatu masalah, yakni cara yang tidak formal lebih dahulu, kemudian
cara yang formal, jika cara pertama tidak membawa hasil.
a. Konsiliasi
Konsiliasi
berasal dari kata Latin conciliatio atau perdamaian yaitu suatu cara untuk
mempertemukan pihak-pihak yang
berselisih guna mencapai persetujuan bersama untuk berdamai. Dalam proses
pihak- pihak yang berkepentingan dapat meminta bantuan pihak ke tiga. Namun
dalam hal ini pihak ketiga tidak
bertugas secara menyeluruh dan tuntas. Ia hanya memberikan
pertimbangan-pertimbangan yang
dianggapnya baik kepada kedua pihak yang berselisih untuk menghentikan
sengketanya. Contoh yang lazim terjadi
misalnya pendamaian antara
serikat buruh dan
majikan. Yang hadir
dalam pertemuan konsiliasi ialah wakil dari serikat buruh,
wakil dari majikan/perusahaan serta ketiga yaitu juru damai dari pemerintah, dalam hal ini Departemen
Tenaga. Kerja. Langkah-langkah untuk berdamai diberikan oleh pihak ketiga, tetapi yang harus
mengambil keputusan untuk berdamai adalah pihak serikat buruh dan pihak majikan sendiri.
b. Mediasi
Mediasi berasal
dari kata Latin
mediatio, yaitu suatu
cara menyelesaikan pertikaian
dengan menggunakan seorang
pengantara (mediator). Dalam
hal ini fungsi seorang mediator
hampir sama dengan
seorang konsiliator. Seorang
mediator juga tidak
mempunyai wewenang untuk
memberikan keputusan yang mengikat;
keputusannya hanya bersifat
konsultatif. Pihak-pihak yang
bersengketa sendirilah yang harus
mengambil keputusan untuk menghentikan perselisihan.
c.
Arbitrasi
Arbitrasi
berasal dari kata Latin arbitrium, artinya melalui pengadilan, dengan seorang
hakim (arbiter) sebagai pengambil
keputusan. Arbitrasi berbeda
dengan konsiliasi dan
mediasi. Seorang arbiter
memberi keputusan yang mengikat kedua pihak yang bersengketa, artinya
keputusan seorang hakim harus ditaati.
Apabila salah satu pihak tidak menerima
keputusan itu, ia dapat naik banding kepada pengadilan
yang lebih tinggi
sampai instansi pengadilan
nasional yang tertinggi.
Dalam hal persengketaan antara
dua negara dapat
ditunjuk negara ketiga
sebagai arbiter, atau
instansi internasional lain
seperti PBB.
Orang-orang yang bersengketa tidak selalu
perlu mencari keputusan secara formal melalui pengadilan. Dalam masalah biasa dan pada lingkup yang
sempit pihak-pihak yang bersengketa mencari seseorang atau suatu instansi swasta sebagai arbiter.
Cara yang tidak formal itu sering diambil dalam perlombaan dan pertandingan. Dalam. hal ini yang bertindak
sebagai arbiter adalah wasit.
d. Koersi
Koersi
ialah suatu cara menyelesaikan pertikaian
dengan menggunakan paksaan
fisik atau pun
psikologis. Bila paksaan
psikologis tidak berhasil,
dipakailah paksaan fisik.
Pihak yang biasa
menggunakan paksaan adalah
pihak yang kuat,
pihak yang merasa
yakin menang, bahkan
sanggup menghancurkan pihak
musuh. Pihak inilah
yang menentukan syarat-syarat
untuk menyerah dan
berdamai yang harus diterima pihak yang lemah. Misalnya, dalam perang
dunia II Amerika memaksa Jepang untuk
menghentikan perang dan menerima syarat-syarat damai.
e. Detente
Detente
berasal dari kata
Perancis yang berarti
mengendorkan. Pengertian yang
diambil dari dunia
diplomasi ini berarti
mengurangi hubungan tegang
antara dua pihak
yang bertikai. Cara
ini hanya merupakan
persiapan untuk mengadakan
pendekatan dalam rangka
pembicaraan tentang langkah- langkah mencapai perdamaian. Jadi hal ini belum ada
penyelesaian definitif, belum ada pihak yang
dinyatakan kalah atau
menang. Dalam praktek,
detente sering dipakai
sebagai peluang untuk
memperkuat diri masing-masing; perang fisik diganti dengan perang saraf.
Lama masa "istirahat" itu.
tidak tertentu; jika masing-masing pihak merasa diri lebih kuat,
biasanya mereka tidak melangkah ke meja perundingan, melainkan ke medan perang
lagi.
G.
Kesimpulan
Sebagai makhluk sosial manusia tidak
dapat memenuhi kebutuhan hidup sendiri. manusia perlu bekerjasama.Ketika berinteraksi dengan sesama
manusia, selalu diwarnai dua hal, yaitu konflik dan kerjasama. Dengan demikian
konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia.Pada umumnya penyebab munculnya konflik kepentingan
sebagai berikut: (1) perbedaan kebutuhan, nilai, dan tujuan, (2) langkanya
sumber daya seperti kekuatan, pengaruh, ruang, waktu, uang, popularitas dan
posisi, dan (3) persaingan. Ketika kebutuhan, nilai dan tujuan saling
bertentangan, ketika sejumlah sumber daya menjadi terbatas, dan ketika
persaingan untuk suatu penghargaan serta hak-hak istimewa muncul, konflik
kepentingan akan muncul.
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
No comments :
Post a Comment